UPT SMP Negeri 45 Samarinda

Jl. Tirta Kencana No. 16 Samarinda Kota, Samarinda Kalimantan Timur

Jumat, 06 November 2015

Selamat Datang di Era Online

Jualan Online? why not..

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Seperti diketahui, menurut teks kuno sekali, disebutkan peradaban manusia dimulai ketika tulisan dan gambar ditemukan, ketika tulisan ditemukan manusia membaca maka terjadilah komunikasi..

Peradaban manusia seiring waktu bergati macamnya. Dimulai di Mesir kuno ketika manusia waktu itu saling berkomunikasi dengan gambar2 yang ada di Piramida mereka. Di gua- gua pun ditemukan bermacam gambar yang menjelaskan keadaan masyarakat pada waktu itu.

Selain mengunakan media keras dari batu, manusia pun mulai menggunakan dedaunan dan kulit hewan sebagai media untuk berkomunikasi, menyimpan data dan belajar Ilmu Pengetahuan.


Sampai akhirnya bangsa Cina yang konon katanya menemukan kertas sebagai penggati media sebelumnya yang dirasa kurang efektif menampung semua kisah peradaban. bayangkan daun dan pelepah pisang walaupun bisa digunakan sebagai media, namun karena sifatnya organik maka akan membusuk pada waktunya.. Penggunaan batu juga ditemui kesusahan dalam penulisannya boros waktu, begitu pula kulit2 hewan yang walau lebih tahan lama daripada daun tetap perlu waktu mengolahnya.

Sekarang kertas masih dianggap media paling efektif dalam tulis menulis, menyimpan data dan sumber ilmu pengetahuan dalam bentuk buku-buku.

Belakangan mulai disadari masyarakat dunia bahwa penggunaan kertas yang berlebihan pun memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Kertas yang dibuat dengan menebang pohon-pohon di hutan, dinilai menjadi kurang efektif karena tingkat kebutuhan akan kertas memang tinggi.

Negara-negara maju seperti Amerika, mulai menerapkan kebijakan "Paperless", yang artinya mengurangi penggunaan kertas sebagai media penyimpanan. di salah satu distrik di negara bagian California bernama Santa Monica (jika anda pernah dengar kata "Malibu", nah itu disampingnya)
Kepolisian di distrik Santa Monica melalui jurnal yang pernah saya baca, mendaur ulang penggunan kertas dalam berkas BAP mereka. Kertas yang sisi satunya masih belum bertuliskan, digunakan kembali dalam Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian setempat.




Itu, negara maju yang memang tingkat pendidikannya yang memang rata-rata maju. Bagaimana dengan Negara kita?

Syukurnya ada beberapa kelompok bahkan Pemerintahan mulai menerapkan kebijakan hemat energi di semua bidang. di Kalimantan Timur misalnya, melalui Bapak Gubernur Awang Faroek memberi slogan besar yang terpampang di Lamin Etam Samarinda tulisan "Go Green". Gerakan Peduli yang baik.




"GO GREEN" sebuah jargon mengingatkan kita semua untuk lebih sayang kepada Bumi kita ini.

Di jajaran Pemerintahan Kota Samarinda melalui Walikota Pak Syahrie Jaang, pula mengapresiasi dengan mencanangkan konsep lingkungan HBS, Hijau, Bersih, Sehat.. yang mana saya menjadi salah satu jurinya dalam Lomba HBS tahun lalu. Walaupun lomba, penekanannya lebih untuk menyadarkan masyarakat tu peduli lingkungan.




Dalam konsep yang lebih luas lagi, hutan kita juga perlu dijaga. Harison Ford seorang aktor Hollywood pernah mendatangi Indonesia dan mengeluhkan betapa paranhnya penebangan hutan di Indonesia. Kenapa ditebang? salah satunya untuk memproduksi kertas yang bahan mentahnya didapat dari hutan-hutan kita.




Dalam video yang direkam aktor tersebut, memang cukup parah sekali kondisi hutannya, miris dengan sebagian besar masyarakat yang masih boros kertas, seorang aktor Hollywood saja bisa paham, kenapa kita tidak?




Daripada mengeluh dengan keadaan. Masyarakat dunia mulai mencari cara alternatif lain pengganti kertas. Ditemukan cara dengan penyimpanan secara digital tanpa menggunakan kertas.




Era digital pun dimulai. Arsip, dokumen, ilmu pengetahuan, gambar, bahkan kisah kehidupan bisa disimpan secara digital. Selama kurang lebih satu dekade belakangan ini kita sudah memasuki era digital, "The New Era".

Semakin kesini era digital memberikan sesuatu yang bukan alternatif lagi, tapi menjadi sebuah kebutuhan jaman. Lihat saja bagaimana berkembangnya permainan ciptaan Sonny Playstation, mulai dari game dengan bentuk karakter kaku, sampai sekarang karakter permainan itu hampir mirip dengan aslinya.

Lihat juga sekarang bagaimana cepatnya cara berkirim surat, yang dulu mesti ditulis tangan kemudian dikirim Pos 2 hari baru sampai, kini cukup diketik dan kirim dengan menekan tombol enter tuk mengirim, dalam hitungan detik sampai.

Lihat pula komuikasi ONLINE secarang langsung tatap muka walaupun jarak memisahkan jauuuh... sekali. bahkan didunia barat sana ada yang menikah secara online.. *anaknya mungkin didownload..

Eranya ONLINE.

Nah, setelah era digital, mulai muncul kembali era baru.. Eranya ONLINE.. era yang sedang asyik diperbincangkan belakangan ini..




Bayangkan, mulai dari media online, toko online, ojek online, Ujian Online sampai pendataan ONLINE juga.. 

Bisa nyari kambing saya yang hilang gak ya? begitu kata iklannya Menkominfo eranya Pak Tifatul Sembiring.. :)




Era digital membuka jalan peradaban baru dalam hal media penyimpanan dan transaksi ekonomi, belum lagi hal-hal lain yang belum ditemukan kegunaannya di media online..


Ya, kita sudah sampai di era Online, era yang sungguh tidak bisa dihindari. era dimana pengunaan kertas benar2 dikurangi.

Eranya kita lebih peduli lingkungan, lebih bijak dan lebih banyak sabar mengisi pendataan Online..


"Welcome Online era"

Ditulis oleh: adit9


Tak ada Pendidikan Karakter Tanpa Budaya Karakter





Inilah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Sahabat nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam ini suatu ketika bertutur, “Tidak ada satu orang pun yang lebih para sahabat cintai daripada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Namun jika mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri untuk menyambutnya, karena mereka mengetahui ketidaksukaan beliau terhadap hal itu.” (HR. At-Tirmidzi dalam Kitab Al-Adab dan dia berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih gharib dari jalur ini.”).
Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyukai manusia berdiri memberi penghormatan kepadanya, hendaknya mengambil tempat duduknya di Neraka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud & At-Tirmidzi).

Di zaman kita sekarang, di negeri tempat kita berpijak ini (baca: Indonesia), sulit membayangkan ada seorang pemimpin yang kuat pengaruhnya, besar wibawanya, ditaati perintahnya dengan ringan hati dan dinanti tutur katanya, sementara mereka tidak membangun budaya penghormatan yang kuat. Aparat negara hingga pimpinan sekolah banyak yang justru secara sengaja menciptakan budaya penghormatan demi terbentuknya apa yang diangankan sebagai karakter dan patriotisme. Hari ini anak-anak kita dididik untuk berdiri menghormat kepada orang-orang yang disebut pemimpin, kepada inspektur upacara bendera dan bahkan kepada kepala desa yang datang menghadiri sebuah perhelatan. Tetapi hari ini kita melihat, tak ada ketaatan —apalagi kecintaan— yang tumbuh dengan kuat dalam diri anak-anak kita kepada para pemimpin.

Lalu apa yang melahirkan kecintaan besar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in kepada Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam? Kita bisa menjawab keteladanan. Tetapi keteladanan seperti apa yang melahirkan kecintaan begitu besar dan ketaatan yang sedemikian kuat?
Mari kita simak firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas-kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9] : 128).
Apa yang bisa kita petik dari pribadi Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam? Bukan sekedar manusia yang memiliki budi pekerti luhur. Pada dirinya ada kecintaan dan empati yang luar biasa, sedemikian besarnya kecintaan itu sehingga penderitaan kita adalah penderitaannya. Ia turut merasakan penderitaan kita yang banyak di antaranya bahkan kita tidak menganggapnya sebagai penderitaan disebabkan oleh tidak adanya ilmu pada diri kita tentang akibat dari tindakan kita hari ini.

Ada keinginan yang sangat kuat untuk mengantarkan kita pada keselamatan, dan tidak ada keselamatan tanpa iman. Dan tidak bernilai iman kita jika tidak berpijak pada aqidah yang lurus dan agama yang benar sehingga tidaklah kita berserah diri kecuali kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Amat besar keinginannya agar kita meraih keselamatan dan kemuliaan, bahkan meskipun untuk itu ia dimusuhi dan disakiti. Ia melakukan semua itu bukan untuk meraih dunia –yang ia tidak perlu berlelah-lelah untuk meraihnya, andaikata ia menghendaki. Ia juga bukan mengejar kekuasaan dan mahkota. Tetapi ia berbuat dengan tulus, melayani, penuh kecintaan, berjuang dengan sungguh-sungguh demi membaguskan kita. Bukan meninggikan kedudukannya. Dan justru karena itulah, kita merasakan keagungannya. Dunia mengakui kemuliaannya. Bahkan Allah Ta’ala dan para malaikat pun bershalawat untuknya.

Terasa betul betapa berbedanya dengan apa yang kita jumpai hari ini. Atas nama dakwah dan muru’ah (kehormatan), banyak orang yang berburu gelar ustadz dan menyandangi dirinya dengan berbagai kemewahan. Kenapa? Karena ada persangkaan bahwa dengan itu kita akan dihormati, dengan kekayaan itu kita dimuliakan dan nasehatnya didengar. Tetapi tidak. Mereka berceramah, manusia tertawa dan mengelu-elukan, sesudah itu tak ada lagi yang berbekas.

Jika agama hanya menjadi penghibur jiwa, maka sulit membayangkan terjadi perubahan mendasar pada mereka yang mendengar dan belajar. Jika para penyeru agama telah silau hatinya kepada kedudukan, gelar yang berderet, sebutan yang terucap, maka nyaris tak mungkin rasanya budaya karakter akan tumbuh. Kebanggaan pada sebutan, simbol dan yang semacamnya lahir dari budaya prestasi dimana prestise lebih berharga daripada keringat dan kesungguhan. Sementara budaya karakter menyibukkan diri dengan sikap, usaha dan perjuangan, kejujuran, pelayanan kepada orang lain, ketulusan dan yang serupa dengan itu. Tatkala karakter yang menjadi kegelisahan utama, prestasi akan menyertai. Prestasi muncul sebagai akibat. Bukan tujuan. Sehingga tak berharga sebuah prestasi, yang paling memukau sekalipun, jika diraih dengan menciderai keyakinan, keimanan dan kejujuran.

Khusus mengenai budaya prestasi dan budaya karakter, saya berharap dapat membahas lebih lanjut pada lain kesempatan. Kali ini saya ingin mengajak Anda untuk kembali melihat betapa berbedanya antara apa yang kita sebut sebagai pendidikan karakter dengan apa yang terjadi di masa Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam sehingga melahirkan manusia-manusia dengan karakter mulia yang luar biasa.

Sesungguhnya, tidaklah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam diutus kecuali untuk membentuk akhlak mulia (akhlaqul kariimah). Tetapi mari kita periksa perjalanan sejarah Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam? Apakah yang beliau lakukan di awal-awal masa kenabian? Apakah beliau melakukan serangkaian pembiasaan berkait dengan budi pekerti? Sepanjang yang saya pahami, bukan itu yang dilakukan oleh Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam. Masa-masa awal dakwah, titik tekan utamanya adalah pada penanaman keyakinan yang kuat kepada Allah Ta’ala dan tidak mempersekutukan-Nya, membangun aqidah yang lurus, menempa mereka untuk memiliki ketundukan yang total kepada Allah Ta’ala melalui qiyamul-lail yang panjang dan menafikan sesembahan selain Allah Ta’ala. Ketika itu, jilbab belum diperintahkan, minum khamr belum dicegah dan banyak hal lainnya yang masih dibiarkan.

Ini memberi pelajaran berharga bagi kita. Kelak kita tahu dalam sejarah betapa tinggi kemuliaan akhlak para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in, tabi’in, tabi’it tabi’in maupun para salafush-shalih. Tetapi kemuliaan akhlak itu bukan semata-mata akibat dari pembiasaan, melainkan tumbuh di atas keyakinan yang kuat dan keimanan yang benar.
Sangat berbeda kebiasaan yang muncul semata-mata sebagai hasil pembiasaan dengan kebiasaan yang lahir dari keyakinan yang kuat. Yang pertama akan mudah luntur oleh situasi, sedangkan yang kedua cenderung mewarnai dan membawa pengaruh tatkala kita berada pada lingkungan yang sangat berbeda.

Serupa dengan itu, sangat berbeda kaya sebagai tujuan dan kaya sebagai akibat. Berbeda juga kaya sebagai jalan. Kita kerahkan seluruh kemampuan untuk mengejar kekayaan, lalu menyiapkan sejumlah kemuliaan sebagai alasan. Bahwa jika kaya, kita mampu beramal, meniru para shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in dan alasan lain yang serupa. Tetapi tatkala kaya sebagai jalan, kita sangat berkeinginan untuk melakukan amal mulia dan untuk itu kita siapkan bekal. Kerinduannya terletak pada amal. Bukan kekayaan.

Jika dunia yang menjadi tujuan, maka dien akan menjadi alat. Jika kaya yang menjadi impian, maka surga yang menjadi agunan. Jika menolong agama Allah yang menjadi kegelisahan dan tekad kuat kita, maka kita akan siap berletih-letih untuk berjuang, termasuk mengumpulkan harta yang banyak agar dapat mengongkosi perjuangan dan dakwah kita fiLlah, liLlah, ilaLlah.
Nah. Semoga ada yang bisa kita renungkan.*

Mohammad Fauzil Adhim, penulis buku-buku parenting dan motivator pendidikan.
Twitter: @kupinang
Sumber: http://www.hidayatullah.com/read/20219/14/12/2011/tak-ada-pendidikan-karakter-tanpa-budaya-karakter.html

Rabu, 02 Juli 2014

Pengumuman Sementara Penerimaan Siswa Baru SMP Negeri 45 Samarinda

Daya tampung sebanyak 72 siswa, jam 2 siang

No. No. Nama Calon Siswa JML
Urut Peserta
1 036 Yenny Anugrah Eka Putri              23,55
2 037 Ria Anugrah Dwi Putri              23,10
3 082 M. Nur Ilham              23,00
4 120 Dinda Denisa              22,00
5 076 Moh. Vikram               21,10
6 106 Achmad Sujaka              20,95
7 020 Eka Damayanti              20,85
8 132 Besse Nadia Felicia              20,85
9 127 Febriana Davita              20,70
10 117 Tiara Nanda Safitri              20,65
11 064 Dinda Permatasari              20,60
12 107 Taufik Riando              20,45
13 052 Aldora Dwi Candra Wiyuda              20,35
14 100 Dhea Swarna              20,35
15 105 Delfin              20,20
16 073 Deril              20,00
17 005 Viona Lorenza              19,90
18 003 Sukma Nur Aida Putri              19,85
19 007 Muhammad Verdianto              19,60
20 124 Wahyu Eka Susanto              19,60
21 093 Dandi Setiawan              19,05
22 056 Rabiyatul Adawiyah              18,85
23 128 Feby Hameisya              18,75
24 074 Gita Syawalia              18,70
25 009 Riscky Anugrah  Abri Toyang               18,65
26 094 Gilang Ramadhan              18,65
27 042 Tiara Safira              18,50
28 072 Salman Al Hafizh              18,45
29 011 Rama Saputera              18,40
30 027 Aulia Purnama Sari              18,25
31 092 Nur Aulia Assaris Sujud              18,10
32 099 M. Yunus Maratan              18,05
33 134 Achmad Al Zulkhalfi Tiffani Dwitra              18,05
34 016 Louis Adrian              18,00
35 071 Andi Nurhaliza Mantovani              18,00
36 102 Syarul Andika Putra              17,90
37 090 Yussita Mulya Dirgahayu              17,85
38 091 Dirga Suryanata              17,85
39 114 Angelica Febriyanti Endey              17,85
40 125 Ahmad Maulana              17,85
41 025 Avrillia Cindy Kartika              17,80
42 116 Elvinda              17,80
43 035 Desi Liyana Faradilla              17,75
44 047 Sri Wulandari              17,75
45 060 Putri Ayu Lestari              17,75
46 038 Vania Agripina              17,70
47 121 Muhammad Ridzki Pradana              17,70
48 022 Reza Priyanto              17,60
49 087 Syukur              17,60
50 012 Fery Ardianyah              17,55
51 131 Dini Fitriyani              17,55
52 133 Hendik Wardana Saputra Bakri              17,50
53 015 Dea Ardila Rahmayanty              17,45
54 095 Rukmana              17,45
55 135 Bagus Sajiwo              17,45
56 023 Lisa Oktaviani              17,35
57 046 Wagianti Wulandari              17,35
58 089 Muhammad Ridho Al Fariz              17,35
59 078 Cahya Nugroho              17,30
60 130 Agung Mardi Santosa              17,30
61 008 Muhammad Aldi Santoso              17,25
62 109 Doni Suryadi Pratama              17,25
63 111 Tia Permata Sari              17,25
64 086 Wildan Irsat Nurdin              17,20
65 096 Eko Maulana Purnomo              17,20
66 129 Bintang Maulana Fiqdiansyah              17,15
67 043 Heru Santoso              17,05
68 110 Muhammad Andrianur Saputra              16,95
69 113 Alfito Fahreza Luthphi Fadillah              16,95
70 021 Afrizal              16,75
71 001 Mega Ananda Putri              16,70
72 080 Nurfadila              16,40

Selasa, 16 Oktober 2012

Data Alumni SMP N 45 Samarinda

Bagi alumni siswa/i SMP N 45 Samarinda, bisa mengisi isian biodatanya pada link dibawah ini.